Nyamuk Wolbachia Bill Gates,

Penting ! 4 Fakta Nyamuk Wolbachia dari Bill Gates, Tanggapan Fadilah Supari Menohok

Diposting pada

Apa itu Nyamuk Wolbachia?

Wolbachia adalah bakteri yang hidup di dalam sel hewan, terutama serangga. Wolbachia pertama kali diidentifikasi pada tahun 1924 oleh Marshall Hertig dan Simeon Burt Wolbach pada nyamuk Culex pipiens.

Wolbachia dapat memengaruhi reproduksi nyamuk dengan cara pembunuhan jantan, feminisasi, partenogenesis, atau inkompatibilitas sitoplasma. Dengan cara ini, wolbachia dapat menyebar di populasi nyamuk dan menggantikan nyamuk yang tidak terinfeksi.

Salah satu efek dari infeksi wolbachia adalah mengurangi kemampuan nyamuk untuk menularkan virus kepada manusia. Hal ini karena wolbachia dapat menghambat replikasi virus di dalam tubuh nyamuk, sehingga virus tidak dapat mencapai kelenjar ludah nyamuk yang digunakan untuk menggigit manusia.

Beberapa virus yang dapat dicegah oleh wolbachia adalah virus dengue, zika, dan chikungunya, yang merupakan penyebab utama penyakit demam berdarah dengue (DBD), sindrom Guillain-Barré, dan arthritis.

Bagaimana Cara Penyebaran Nyamuk Wolbachia?

Nyamuk wolbachia adalah nyamuk yang disuntik dengan bakteri wolbachia dan dilepaskan di lingkungan tertentu.

Nyamuk wolbachia kemudian akan kawin dengan nyamuk liar dan menghasilkan keturunan yang juga terinfeksi wolbachia. Keturunan ini akan lebih sulit untuk membawa virus yang berbahaya bagi manusia.

Program penyebaran nyamuk wolbachia telah diuji coba di beberapa negara, termasuk Indonesia, sebagai strategi pencegahan denggi, zika, dan chikungunya .

Program ini didukung oleh World Mosquito Program (WMP), sebuah organisasi nirlaba yang berbasis di Australia dan bekerja sama dengan universitas, pemerintah, dan masyarakat setempat.

WMP mengklaim bahwa program ini aman, efektif, dan berkelanjutan, serta tidak memerlukan perubahan perilaku atau biaya tambahan dari masyarakat.

Di Indonesia, program penyebaran nyamuk wolbachia telah dilakukan di beberapa daerah, seperti Yogyakarta, Sleman, Bantul, dan Jakarta .

Program ini mendapat dukungan dari Kementerian Kesehatan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Universitas Gadjah Mada, dan Universitas Indonesia . Program ini juga mendapat bantuan dana dari Bill & Melinda Gates Foundation, sebuah yayasan filantropi yang didirikan oleh Bill Gates, pendiri Microsoft.

Apa Manfaat Nyamuk Wolbachia?

Nyamuk wolbachia diklaim ampuh menurunkan kasus DBD, yang merupakan penyakit endemik di Indonesia. DBD dapat menyebabkan demam tinggi, nyeri otot, pendarahan, dan bahkan kematian.

Menurut data Kementerian Kesehatan, pada tahun 2022 terdapat 96.347 kasus DBD di Indonesia, dengan angka kematian sebesar 0,8%.

Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa nyamuk wolbachia dapat mengurangi transmisi virus dengue di lapangan. Misalnya, sebuah studi di Yogyakarta pada tahun 2019-2020 menemukan bahwa nyamuk wolbachia dapat mengurangi kasus DBD sebesar 77% dan mengurangi kebutuhan perawatan rumah sakit sebesar 86%.

Studi ini melibatkan lebih dari 8.000 peserta yang tinggal di 24 kelurahan yang dibagi menjadi dua kelompok: kelompok intervensi yang menerima nyamuk wolbachia dan kelompok kontrol yang tidak menerima nyamuk wolbachia.

Selain itu, nyamuk wolbachia juga diharapkan dapat mengurangi transmisi virus zika dan chikungunya, yang juga disebabkan oleh nyamuk Aedes.

Virus zika dapat menyebabkan mikrosefali pada bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi, yaitu kondisi di mana ukuran kepala bayi lebih kecil dari normal. Virus chikungunya dapat menyebabkan nyeri sendi yang parah dan kronis, yang dapat mengganggu aktivitas sehari-hari.

Tanggapan Fadilah Supari tentang Wolbachia Menohok 

Fadilah Supari adalah seorang dokter, dosen, dan mantan menteri kesehatan Indonesia. Beliau menjabat sebagai menteri kesehatan Indonesia dalam Kabinet Indonesia Bersatu periode 2004-2009, di bawah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Fadilah Supari dikenal sebagai tokoh yang berani menentang kebijakan World Health Organization (WHO) terkait pengiriman virus flu burung dari Indonesia ke laboratorium WHO pada tahun 2006.