
Polemik PT Daehan Global VS Warga dipicu dugaan pencemaran limbah
BREBES, Warta Brebes– Polemik PT Daehan Global vs warga Desa Cimohong, Kecamatan Bulakamba, Kabupaten Brebes kembali menghangat.
Kali ini, PT Daehan Global dituding merusak lingkungan akibat dugaan pencemaran limbah ke sawah petani.
Para petani pemilik sawah di sekitar pabrik PY Daehan Global mengeluhkan tanaman padi miliknya mati karena kena cairan limbah pabrik. Limbah pabrik PT Kido Mulia Indonesia dan PT Daehan Global Brebes diduga mencemari lahan pertanian petani yang saat ini baru melakukan penanaman padi.
Petani setempat, Saeful, menuturkan jika cairan limbah yang berwarna hitam pekat mengalir ke lahan pertanian di sekitar pabrik. Cairan limbah itu biasa dibuang ke Sungai Cijeruk melalui saluran irigasi pertanian yang dimanfaatkan para petani di lokasi.
“Limbah itu dibuang ke Sungai Cijeruk yang ada di perbatasan Desa Cimohong dan Desa Bulakparen melalui saluran irigasi pertanian. Petani juga menggunakan air dari saluran irigasi itu untuk tanaman pertanian,” katanya.
Petani lain, Tarhadi mengatakan, cairan limbah yang masuk ke lahan pertanian berdampak pada pertumbuhan tanaman padi.
Padi yang ia tanam pertumbuhannya terhambat, dan sebagian daun tanaman telah mengering. Tak lama tercemari cairan limbah, sebagian tanaman padi mati hingga membuatnya merugi. ”
saya daunnya pada mengering dan tidak bisa tumbuh dengan baik, akhirnya mati,” katanya.
Begitulah, para petani berdalih sejak ada pabrik di sana, lahan pertanian mereka tak se produktif dahulu. Terkadang kebanjiran, terkadang kekeringan dan belum lagi pencemaran limbah. Hasil panen pun terus merosot, bahkan tak jarang malah gagal panen.
Polemik PT Daehan Global VS warga akibat persoalan pencemaran lingkungan akibat limbah pabrik ke sawah warga itu terus mencuat. Warga tak ingin terus-terusan menanggung kerugian. Mereka pun menuntut ganti rugi kepada pihak pengelola.
Sayangnya, permintaan mereka ditepis mentah-mentah oleh pihak PT Daehan Global.
Manager PT Daehan Global Harry Yawan Kurnia menegaskan bahwa perusahaannya tidak melakukan pencemaran lingkungan. Menurutnya, tidak ada limbah pabrik yang dibuang ke luar pabrik seperti yang dituduhkan petani. Namun hanya ada saluran drainase yang menuju ke luar pabrik dan langsung menuju ke sungai di belakang pabrik. Sehingga, tidak ada pencemaran yang ditimbulkan oleh limbah.
“Memang kita ada 12 pembuangan. Sebetulnya kita sekat pembuangan itu. Tapi nggak tahu sekatan yang di ujung itu ada yang bongkar. Kita juga sudah kumpulkan petani, sudah berdialog dengan mereka dan kami tegaskan tidak ada pencemaran,” katanya.
Soal sawah yang sering terendam banjir, baginya itu pun bukan urusan pabrik. Pihaknya menyampaikan bahwa air tersebut merupakan air hujan yang dianggap normal,
Dia juga menyebutkan bahwa di dalam pabrik terdapat kolam penampungan air yang berukuran cukup besar. Terdapat juga sistem IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) atau WWTP (Wastewater Treatment Plant) berkapasitas 2 juta liter per hari. Ukuran WWTP ini cukup besar, yaitu panjang 400 meter, lebar 200 meter, dan kedalaman 8 meter. Dengan sistem pengolahan yang canggih itu, ia menegaskan tidak ada pencemaran lingkungan.
“Kita olah air dari limbah produksi ini dengan baik, dengan peralatan yang lengkap. Sistem penyaringan juga dilakukan dengan banyak tahapan sampai air menjadi bersih dengan Reverse Osmosis (RO),” tandasnya.
Dialog PT Daehan Global VS Warga
Tak ada respon yang dianggap melegakan, petani tak lantas mengendur. Mereka meminta fasilitasi kepada pemerintah untuk menjembatani kepentingannya.
Beberapa kali dialog PT Daehan Global VS warga digelar di kantor desa setempat. Pihak pemerintah desa maupun Forkompincam hadir untuk memediasi. Namun upaya tersebut selalu berujung buntu. Kedua belah pihak tetap bersikukuh dengan pendirian masing-masing.
Petani pun akhirnya turun ke jalan menggelar unjuk rasa untuk menyuarakan tuntutannya. Mereka merasa dizalimi oleh pihak pabrik yang seolah-olah tutup mata. Terakhir kali, Jumat 14 Februari 2025 lalu, mereka melakukan longmarch dari titik kumpul di Kantor Desa Cimohong menuju pabrik garmen tersebut. Di depan pabrik, mereka melakukan orasi menyampaikan tuntutan. Aksi demo yang dimulai sekitar pukul 14.30 WIB ini dikawal ketat aparat kepolisian.
Salah satu warga Desa Cimohong, Amrullah kepada wartawan mengatakan, audiensi antara warga dan pihak pabrik selama beberapa kali ini tidak ada keputusan dari pihak pabrik untuk ganti rugi petani.
“Mereka hanya bisa menjanjikan-menjanjikan saja, jadi kita melakukan demo dengan spontanitas. Karena sudah tiga kali mereka cuma menjanjikan. Jadi kita masyarakat terlalu capek. Tuntutan kami seolah-olah diabaikan. Kita akan melakukan tuntutan yang lebih besar,” kata Amrullah.
Sementaranya itu, perwakilan dari PT Daehan Global Brebes, Nanang mengatakan, berdasarkan kajian-kajian yang telah dilalui, tuntutan petani untuk minta ganti rugi tidak ada dasarnya. Pihaknya justru berharap petani menempuh jalur hukum jika memang lahannya dirugikan oleh PT Daehan Global Brebes.
Nanang menuding bahwa selama operasional perusahaan, para petani yang lahannya berada di dekat pabrik tidak pernah mengolah sawah mereka. Perusahaan juga memiliki sistem IPAL (WWTP) untuk mengolah air limbah yang berfungi dengan baik.
“Jika tidak puas dengan mediasi silakan lewat jalur hukum. Karena tuntutan petani tidak ada dasarnya,” ungkap Nanang.
Lagi-lagi buntu. Tidak ada titik temu. Masing-masing pihak tetap tak bergeming dengan sikapnya. Entah sampai kapan ada ujung temu.
Sayangnya, Dinas Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Sampah (DLHPS) sebagai kepanjangan tangan dari pemerintah daerah justru terkesan lamban. Padahal hasil penelitian dan uji laboratorium terhadap dugaan pencemaran lingkungan oleh PT Daehan Global itu sudah mendesak. Hasil uji lab yang jujur dan objektif akan bisa menjadi titik terang dan jawaban bagi kedua pihak.
Hasil Uji Laboratorium Limbah PT Daehan Global
Menanggapi keluhan petani, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Sampah (DLHPS) Brebes, La Ode Vindar Aris Nugroho saat dikonfirmasi mengaku, pihaknya mendapat aduan dari petani terkait limbah dari dua pabrik.
Masing-masing pabrik yang dikeluhkan petani di antaranya PT Kido Mulia Indonesia dan PT Daehan Global Brebes.
“Kami sudah menerima aduan petani. Ada dua aduan, yang satu limbah pabrik PT Kido Mulia Indonesia dan pabrik satunya PT Daehan Global Brebes. Sudah kami tindaklanjuti,” katanya.
Dia melanjutkan, pihaknya sudah melakukan pengecekan ke lokasi di PT Kido Mulia Indonesia. Pihaknya telah mengambil sampel limbah untuk dicek di laboratorium.
“Kami sudah dua kali mengambil sampel di PT Kido Mulia Indonesia. Hasilnya sudah disampaikan ke Gakum Kementerian Lingkungan Hidup dan Bidang Gakkum Dinas LH Provinsi. Kemudian tembusan ke Pj Bupati sebagai laporan. Kami tidak bisa menyampaikan hasil lab-nya seperti apa,” katanya.
Terkait dengan limbah PT Daehan Global, pihaknya menyatakan, kandungan dari sampel sudah diambil 5 Pebruari 2025 dari lahan pertanian di Desa Cimohong.
Sedangkan hasil uji laboratorium dari sampel tersebut baru akan didapat pada 24 Februari 2025.
Hal inj sesuai dengan Standard Operating Procedure (SOP), untuk mengetahui hasil uji sampel WWTP ( IPAL ) memakan waktu hingga 14 hari kerja sejak pengambilan sampel.
“Setelah didapat sampel kemudian kita bawa ke Semarang untuk dilakukan analisis, dan sisanya beberapa parameter masih belum mengeluarkan hasil dari pengambilan uji sampel, baik yang dari Semarang maupun dari laboratorium yang kita miliki, jadi saat ini Dinas Lingkungan Hidup Brebes belum menyatakan hasil karena masih dalam analisis,” terangnya.
La Ode berharap bersabar menunggu hasil uji laboratorium. “Mohon agar bersabar menunggu uji sampel,” namun di media sosial dan di beberapa media massa menyebutkan bahwa anda hasilnya sudah negatif , itu tidak benar katanya. (*)